Sabtu, 27 Oktober 2012

23 Juta Rumah di Indonesia tidak Layak Huni

23 Juta Rumah di Indonesia tidak Layak Huni

SEMARANG--MICOM: Kementerian Sosial (Kemensos) mengatakan terdapat sekitar 23 juta rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia. Melihat fakta tersebut, Kemensos mengeluarkan program Bedah Kampung yang merupakan pengembangan Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSRTLH).

Program ini adalah sinergi dari beberapa program Kemensos dengan melibatkan masyarakat sebagai penggerak utama program tersebut. Tidak hanya masyarakat, pihak lain seperti pemilik rumah, warga sekitar, pemerintah pusat dan setempat, swasta dan lainnya juga ikut dilibatkan untuk mengurangi adanya kawasan kumuh.

Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri mengatakan masalah kemiskinan antara lain menyangkut persoalan perumahan dan kekumuhan, terutama di wilayah perkotaan.

"Rendahnya kemampuan secara finansial dan pengetahuan akan rumah dan lingkungan yang layak secara fisik, sosial dan kesehatan telah melahirkan adanya persoalan permukiman yang kumuh," ucap Salim Segaf Al Jufri.

Ia mengatakan itu saat pencanangan bedah kampung dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Becak Wisata di Desa Pakintelan, Kecamatan Gunungpati, Semarang pada Selasa (23/10).

Lebih lanjut, Salim mengatakan bedah kampung merupakan upaya penanggulangan kemiskinan yang mencakup perubahan sikap, perbaikan hubungan sosial, pemenuhan kebutuhan perumahan dan lingkungan yang layak dan sehat, serta peningkatan status sosial ekonomi.

Kegiatan bedah kampung saat ini, lanjut Salim, menjadi bagian dari pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan sekaligus dalam rangka mengimplementasikan Undang-Udang (UU) nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan UU nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

"Kementerian Sosial ingin masyarakat hidup mandiri dan sejahtera. Bantuan yang diberikan bersifat kail sehingga kedepannya dapat digunakan untuk terus mencari ikan," terang Salim.

Namun untuk beberapa kasus memang bantuan bersifat ikanlah yang diberikan. Ia mencontohkan satu keluarga dengan kedua orang tua berusia lanjut usia (lansia) dengan tiga orang anak penyandang cacat berat.

Ia mengajak warga Indonesia khususnya warga Semarang untuk terus mengembangkan semangat kepedulian dan kesetiakawanan sosial antar sesama sehingga dapat terus tolong menolong. "Semangat sosial ini dapat merekatkan persatuan bangsa tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan," tegasnya.

Pemkot Semarang sangat mengharapkan bantuan untuk melakukan pengentasan kemiskinan. "Berdasarkan data pada 2009, jumlah warga miskin di Semarang tercatat sebanyak 128 ribuan KK atau sekitar 448.392 jiwa," urai pelaksana tugas Walikota Semarang, Hendrar Priadi.



Opini:

Setelah saya membaca surat kabar diatas. Saya mengambil sebuah opini, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kuantitas penduduk adalah menyangkut jumlah penduduk, pertumbuhuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan susunan penduduk. 

Berdasarkan hasil perhitungan pada akhir 2004, jumlah penduduk total Indonesia adalah 220.000.000 jiwa. Jumlah tersebut tergolong sangat tinggi. Besarnya jumlah penduduk mempengaruhi perbandingan dengan luas wilayah yang dihuninya. Untuk wilayah semarang sendiri, jumlah penduduknya tergolong sangat padat. Kepadatan jumlah penduduk mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Khususnya disini adalah dalam sektor perumahan / tempat tinggal. Jumlah penduduk yang banyak sangat memerlukan sarana perumahan yang banyak pula. bila sarana perumahan untuk pemukiman penduduk tidak tersedia dan memadai, maka dapat dipastikan bahwa di kawasan - kawasan yang berpenduduk padat akan ada banyak lingkungan kumuh dan perumahan yang tidak tertata, sehingga lingkungan hidup menjadi cepat rusak dan tidak sehat.  

Dalam masalah seperti ini sarana-sarana pembangunan dari pemerintah sangatlah penting contohnya saja pembangunan rumah susun. sistem pembangunan sarana-sarana seperti rumah susun ini sudah dilakukan oleh pemerintah jakarta. sistem pembangunan sarana seperti itu sangat diacungi jempol, tetapi sayangnya salah satu oknum pemerintah memanfaatkan sistem pembangunan rumah susun tersebut. Maksudnya memanfaatkan sistem pembangunan tersebut adalah membisniskan rumah susun seperti rumah kontrakan yg perbulannya mereka harus bayar atau perharinya harus dibayar oleh warga yang akan menempati rumah susun tersebut. Sehingga warga pun enggan untuk menempati rumah susun.

Hal ini menjadi tantangan pemerintah, bagaimana caranya mengentaskan kemiskinan dan memberikan tempat tinggal yang layak bagi penduduknya agar mereka bisa betah, dan membereskan oknum-oknum yang nakal. Tetapi pada kenyataannya, pemecahan masalah perumahan di semarang hanya bisa dilakukan dengan pembangunan rumah susun, karena tanah kosong di wilayah semarang sudah sangat sempit. Dan itu semua tergantung pendekatan pemerintah terhadap warganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar