23 Juta Rumah di Indonesia tidak Layak Huni
SEMARANG--MICOM: Kementerian Sosial (Kemensos) mengatakan
terdapat sekitar 23 juta rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia.
Melihat fakta tersebut, Kemensos mengeluarkan program Bedah Kampung yang
merupakan pengembangan Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Rehabilitasi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSRTLH).
Program ini adalah sinergi dari beberapa program Kemensos dengan
melibatkan masyarakat sebagai penggerak utama program tersebut. Tidak
hanya masyarakat, pihak lain seperti pemilik rumah, warga sekitar,
pemerintah pusat dan setempat, swasta dan lainnya juga ikut dilibatkan
untuk mengurangi adanya kawasan kumuh.
Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri mengatakan masalah
kemiskinan antara lain menyangkut persoalan perumahan dan kekumuhan,
terutama di wilayah perkotaan.
"Rendahnya kemampuan secara finansial dan pengetahuan akan rumah dan
lingkungan yang layak secara fisik, sosial dan kesehatan telah
melahirkan adanya persoalan permukiman yang kumuh," ucap Salim Segaf Al
Jufri.
Ia mengatakan itu saat pencanangan bedah kampung dan Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) Becak Wisata di Desa Pakintelan, Kecamatan Gunungpati,
Semarang pada Selasa (23/10).
Lebih lanjut, Salim mengatakan bedah kampung merupakan upaya
penanggulangan kemiskinan yang mencakup perubahan sikap, perbaikan
hubungan sosial, pemenuhan kebutuhan perumahan dan lingkungan yang layak
dan sehat, serta peningkatan status sosial ekonomi.
Kegiatan bedah kampung saat ini, lanjut Salim, menjadi bagian dari
pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan sekaligus dalam rangka
mengimplementasikan Undang-Udang (UU) nomor 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial dan UU nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin.
"Kementerian Sosial ingin masyarakat hidup mandiri dan sejahtera.
Bantuan yang diberikan bersifat kail sehingga kedepannya dapat digunakan
untuk terus mencari ikan," terang Salim.
Namun untuk beberapa kasus memang bantuan bersifat ikanlah yang
diberikan. Ia mencontohkan satu keluarga dengan kedua orang tua berusia
lanjut usia (lansia) dengan tiga orang anak penyandang cacat berat.
Ia mengajak warga Indonesia khususnya warga Semarang untuk terus
mengembangkan semangat kepedulian dan kesetiakawanan sosial antar sesama
sehingga dapat terus tolong menolong. "Semangat sosial ini dapat
merekatkan persatuan bangsa tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan," tegasnya.
Pemkot Semarang sangat mengharapkan bantuan untuk melakukan
pengentasan kemiskinan. "Berdasarkan data pada 2009, jumlah warga miskin
di Semarang tercatat sebanyak 128 ribuan KK atau sekitar 448.392 jiwa,"
urai pelaksana tugas Walikota Semarang, Hendrar Priadi.
Opini:
Setelah saya membaca surat kabar diatas. Saya mengambil sebuah opini, beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan kuantitas penduduk adalah menyangkut
jumlah penduduk, pertumbuhuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan
susunan penduduk.
Berdasarkan hasil perhitungan pada akhir 2004, jumlah penduduk
total Indonesia adalah 220.000.000 jiwa. Jumlah tersebut tergolong
sangat tinggi. Besarnya jumlah penduduk mempengaruhi perbandingan dengan
luas wilayah yang dihuninya. Untuk wilayah semarang sendiri, jumlah
penduduknya tergolong sangat padat. Kepadatan jumlah penduduk
mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Khususnya disini
adalah dalam sektor perumahan / tempat tinggal. Jumlah
penduduk yang banyak sangat memerlukan sarana perumahan yang banyak
pula. bila sarana perumahan untuk pemukiman penduduk tidak tersedia dan
memadai, maka dapat dipastikan bahwa di kawasan - kawasan yang
berpenduduk padat akan ada banyak lingkungan kumuh dan perumahan yang
tidak tertata, sehingga lingkungan hidup menjadi cepat rusak dan tidak
sehat.
Dalam
masalah seperti ini sarana-sarana pembangunan dari pemerintah sangatlah
penting contohnya saja pembangunan rumah susun. sistem pembangunan
sarana-sarana seperti rumah susun ini sudah dilakukan oleh pemerintah
jakarta. sistem pembangunan sarana seperti itu sangat diacungi jempol,
tetapi sayangnya salah satu oknum pemerintah memanfaatkan sistem
pembangunan rumah susun tersebut. Maksudnya memanfaatkan sistem pembangunan tersebut adalah membisniskan rumah susun seperti rumah kontrakan yg perbulannya mereka harus bayar atau perharinya harus dibayar oleh warga yang akan menempati rumah susun tersebut. Sehingga warga pun enggan untuk
menempati rumah susun.
Hal
ini menjadi tantangan pemerintah, bagaimana caranya mengentaskan
kemiskinan dan memberikan tempat tinggal yang layak bagi penduduknya
agar mereka bisa betah, dan membereskan oknum-oknum yang nakal. Tetapi
pada kenyataannya, pemecahan
masalah perumahan di semarang hanya bisa dilakukan dengan pembangunan
rumah susun, karena tanah kosong di wilayah semarang sudah sangat
sempit. Dan itu semua tergantung pendekatan pemerintah terhadap warganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar